National Geographic
Artikel ini adalah tentang Yayasan National Geographic. Untuk stasiun televisi dengan nama yang sama, lihat
National Geographic Channel.
Sampul depan salah satu edisi
National Geographic tahun
1915.
Yayasan National Geographic didirikan di
Amerika Serikat pada tanggal
27 Januari 1888 oleh 33 orang yang tertarik meningkatkan pengetahuan
geografi mereka.
Gardiner Greene Hubbard menjadi presiden pertama dan kemudian digantikan oleh menantunya,
Alexander Graham Bell. Yayasan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan umum tentang geografi dunia dan pada akhirnya mensponsori penerbitan
majalah bulanan
National Geographic.
National Geographic saat ini telah terbit di 60 negara dalam 30 bahasa dengan oplah lebih dari 9,5 juta eksemplar per bulan.
National Geographic Indonesia
National Geographic Indonesia diresmikan pada tanggal
28 Maret 2005 oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono yang disaksikan oleh pimpinan
Kelompok Kompas Gramedia,
Jakob Oetama. Majalah ini pertama kali diterbitkan pada bulan
April 2005 oleh
Gramedia Majalah.
Kegiatan
Sebelum resmi diluncurkan,
National Geographic Indonesia mengadakan presentasi dan diskusi foto bertema
Fotografi Laut Dalam bersama
Emory Kristof, fotografer
National Geographic pada tanggal
24 Januari 2005. Kegiatan ini lalu dilanjutkan dengan pameran rangkaian foto karya Emory di Gedung Arsip Nasional.
Usai peresmian di Gedung Arsip Nasional,
Jakarta,
National Geographic Indonesia mengadakan pameran
arkeologi Indonesia. Acara yang digelar pada
29 Maret-
3 April 2005 diakhiri dengan presentasi dan pemutaran film orang kerdil (
Homo floresiensis) dari
Flores,
Nusa Tenggara Timur oleh tim peneliti dari
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.
National Geographic Indonesia turut ambil bagian dalam
Peringatan 600 Tahun Perjalanan Laksamana Cheng Ho yang dipusatkan di
Semarang,
Jawa Tengah. Selama lima hari,
3–
7 Agustus 2005, diadakan
Pameran Foto Cheng Ho karya
Michael Yamashita,
fotografer National Geographic yang mendapat penugasan untuk membuat
foto napak tilas sang laksamana yang digelar di PPRP Semarang.
Pada tanggal
4 Agustus 2005 malam,
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata,
Jero Wacik, dan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan,
Marie Elka Pangestu,
berkesempatan membuka dan menyapa sang fotografer yang kebetulan tengah
singgah dalam rangka penelusuran jejak sejarah Cheng Ho bersama awak
National Geographic Television.
Selepas pembukaan, Mike menampilkan presentasi fotografi yang diikuti
dengan antusisas oleh ratusan anggota National Geographic Society di
Indonesia.
Melanjutkan sukses serupa di
Bangka dan
Semarang, pameran foto liputan Cheng Ho dilanjutkan ke Sasana Budaya Ganesha,
Institut Teknologi Bandung,
Jawa Barat. Setelah itu, pameran diboyong ke
Jakarta,
Surabaya, dan
Medan.
- Penelitian Orang Pendek di Kerinci
Sejak
22 September 2005,
Dr. Peter U Tse, penerima hibah Expedition Council National Geographic Society, melakukan penelitian tentang orang kerdil di
Kerinci,
Jambi
selama dua tahun. Bersama timnya, Dr. Tse memasang kamera perangkap
dalam rangkaian penelitian untuk membuktikan keberadaaan misteri yang
belum juga terkuak hingga kini. Pada hari pertamanya di
Sungaipenuh, Dr. Tse dan tim, yang diikuti pula National Geographic Indonesia, mendapat sambutan hangat dari Bupati
Kerinci, H. Fauzi Siin.
- Teleskop Antariksa Spitzer
Menyambut liputan keunggulan
Teleskop Antariksa Spitzer, National Geographic Indonesia menggelar presentasi di
planetarium dan
observatorium milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal
17 Desember 2005.
Bambang Hidayat, salah seorang dewan pakar majalah ini, dan Widya Sawitar dari planetarium mengajak 500 pendaftar terawal dari anggota
National Geographic Society untuk mendalami teleskop yang mengungkap tempat kelahiran bintang-bintang.
National Geographic Indonesia membuka mata masyarakat Indonesia dengan gelaran
Rock Art Exhibition 2006. Acara pada awal tahun
2006 ini digelar di tiga kota, Jakarta,
Balikpapan, dan
Sangatta,
Kalimantan Timur. Acara ini didukung penuh oleh PT
Kaltim Prima Coal serta dibantu oleh beberapa institusi, seperti
Balai Arkeologi Kalimantan,
Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI),
Le Kalimantanthrope, dan PP Seni Rupa
Institut Teknologi Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar